Thursday, April 29, 2010

STUDY NOTES

1.0 Pengenalan kepada fotografi
• Apakah fotografi [1][2]
• Fotografi dlm kehidupan seharian [1]
• Fotografi dlm kehidupan masyarakat [1]
• Fotografi sebagai medium visual dan bahasa [1][2]

2.0 Bagaimana sesebuah kamera berfungsi
• Komponen badan kamera [1][2][3][4][5]
• Perbezaan kamera 35m viewfinder dengan kamera SLR [1][2]
• Lensa kamera [1][2][3][4][5]
• Meter penata cahaya [1][2][3][4]

3.0 Teori-teori berkaitan fotografi
• Teori framing [1][2][3][4][5][6][7]
• Kepuasan gambar
• Aspek psikologi sesebuah imej dlm media [1][2]

4.0 Aplikasi dan kesan aperture dan shutter speed
• Hubungan aperture dan shutter speed dalam penghasilan gambar [1][2][3][4][5][6][7]
• Depth of field [1][2][3][4][5][6][7]
• Perbandingan mode pengambil gambar [1][2][3][4][5]
• Ekperimen dan penelitian kualiti gambar [1][2]
• Implikasi imej
• Keperluan berstrategi dalam kerja fotografi [1][2]

5.0 Teknik pengambilan gambar (shots)
• Kepelbagaian shot [1][2][3][4][5]
• Pengadunan imej, cahaya dan teknik shutter speed [1]
• Impak 3-dimensional

6.0 Elemen-elemen gambar yg mempengaruhi khalayak media
• Scene dan sequences dan emosi khalayak [1][2][3]
• Teknik persembahan mesej
• Konsep reality yg digambarkan oleh foto [1]

Tuesday, April 27, 2010

TUGASAN 4 : FOTO BEBAS

TEMA : SANTAI

1)


Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/16.0
- Shutter speed : 1/160
- Flash : On, Fired
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Tempat : Odec, UMS
* Masa : 1.57pm
* Tarikh : 12 April 2010



2)


Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/16.0
- Shutter speed : 1/125
- Flash : On, Fired
- Shot : Medium shot
- Angle : Normal angle

* Tempat : Odec, UMS
* Masa : 1.59pm
* Tarikh : 12 April 2010



3)


Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/9.0
- Shutter speed : 1/160
- Flash : On, Fired
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Tempat : Odec, UMS
* Masa : 1.58pm
* Tarikh : 12 April 2010



4)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/22.0
- Shutter speed : 1/160
- Flash : On, Fired
- Shot : Total shot
- Angle : Normal angle

* Tempat : Odec, UMS
* Masa : 2.05pm
* Tarikh : 12 April 2010



5)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/20.0
- Shutter speed : 1/160
- Flash : On, Fired
- Shot : Total shot
- Angle : Low angle

* Tempat : Odec, UMS
* Masa : 2.06pm
* Tarikh : 12 April 2010

Thursday, April 15, 2010

fotografi dalam kehidupan masyarakat

Alasan utama menggunakan foto sebagai media visual untuk keperluan pendidikan masyarakat atau kampanye pembentukan pendapat umum, sebenarnya lebih pada kemampuannya merekam (mengabadikan) suatu kejadian atau keadaan sosial sebagaimana adanya. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari masalah-masalah sosial tersebut –yang hampir selalu mengandung hubungan-hubungan (relasi) yang sangat rumit dengan suatu konsepsi pengertian yang niskala (abstract) untuk menjelaskannya-- lebih mudah difahami oleh warga masyarakat, khususnya di lapisan akar-rumput, jika dibantu dengan media visual seperti foto. Paling tidak, akan sangat membantu mereka untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan awal tentang masalah tersebut, sebagai dasar untuk kemudian memulai proses-proses pemahaman bersama secara lebih mendalam, menyeluruh, dan kritis.
Ketika kita melihat satu gambar atau foto, pertanyaan pertama yang muncul di benak kita adalah: gambar atau foto itu menceritakan apa? Dengan kata lain, kita mempertanyakan 'tema' pokok dari gambar atau foto tersebut. Ini berarti bahwa unsur pertama dan terpenting yang membuat kita tertarik atau berminat melihat satu gambar atau foto adalah tema nya. Ini terutama berlaku pada gambar-gambar atau foto-foto yang digunakan sebagai media visual untuk keperluan pendidikan masyarakat dan kampanye pembentukan pendapat umum.
Meskipun semua foto yang baik adalah yang memenuhi syarat-syarat dasar baku fotografi (fokus, tidak goyang, jelas dan tajam, dan sebagainya), namun foto-foto untuk keperluan pendidikan masyarakat dan kampanye pendapat umum justru lebih mementingkan tema permasalahan yang ingin disampaikannya. Inilah yang terutama membedakannya dengan foto-foto artistik yang terutama mengandalkan kekuatan seninya (komposisi, sudut pengambilan gambar, perpaduan warna, cahaya, dan sebagainya). Atau, membedakannya dengan foto-foto jurnalistik yang terutama mengandalkan kekuatan kehangatan (aktualitas) berita atau kejadiannya.
Karena itu, hal terpenting dipikirkan ketika akan membuat foto-foto untuk keperluan pendidikan masyarakat dan kampanye pendapat umum adalah: bagaimana menemukan gagasan dan membangun tema yang kuat?
Hal pertama yang harus diingat adalah tujuan pendidikan masyarakat dan kampanye pendapat umum itu sendiri. Pendidikan masyarakat atau kampanye pendapat umum pada dasarnya bertujuan membangun pemahaman, keprihatinan dan kesadaran masyarakat luas tentang suatu persoalan atau permasalahan sosial. Karena itu, tema dari foto-foto (atau media apapun) yang digunakan untuk keperluan pendidikan masyarakat dan kampanye pendapat umum adalah tema nya yang memang menggambarkan suatu persoalan dan permasalahan sosial tertentu. Singkatnya, tema dari foto-foto tersebut memang memiliki kaitan kontekstual dengan realitas persoalan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara garis-besar, kaitan kontekstual tersebut ditentukan oleh beberapa tolok-ukur utama sebagai berikut:
Tema yang ditampilkannya memang menggambarkan permasalahan yang ada dan dirasakan oleh masyarakat pada umumnya;
• Masalah tersebut memang bersifat sangat penting dan mendesak (urgent) untuk diperhatikan oleh siapapun, termasuk oleh para pembuat kebijakan dan masyarakat luas pada umumnya.
• Masalah tersebut memang potensial untuk dijadikan titik-awal mendesakkan terjadinya perubahan sosial, baik oleh kelompok masyarakat yang menghadapinya maupun oleh berbagai fihak lain yang berkeprihatinan terhadap permasalahan tersebut.
• Meskipun tidak terlalu penting, namun akan jauh lebih baik jika permasalahan itu juga memang sedang hangat-hangat nya (aktual) dalam berbagai pemberitaan media massa, atau dalam perbincangan atau wacana pendapat umum yang sedang berkembang saat itu.
Semua tolok-ukur kontekstual tersebut semakin memperjelas bahwa foto-foto untuk media pendidikan rakyat dan kampanye pendapat umum adalah juga berbeda dengan 'foto-foto laporan kegiatan'. Hal ini mungkin perlu ditegaskan, karena ada kecenderungan kuat selama ini yang melihat peralatan fotografi (kamera dan lainnya) lebih sebagai 'alat pendokumentasian kegiatan'.
Harus ditegaskan bahwa salah satu ciri pokok foto-foto sebagai media pendidikan masyarakat atau kampanye pendapat umum adalah:
• Melaporkan 'keadaan atau permasalahan tertentu di masyarakat', memotret 'kehidupan nyata masyarakat', bukan melaporkan 'kegiatan sang pemotret atau organisasinya'. Tegasnya, bukan 'foto-foto dokumentasi' atau 'foto-foto laporan kegiatan', tetapi 'foto-foto laporan keadaan atau permasalahan tertentu di masyarakat'.
• Karena itu, foto-foto sebagai media pendidikan dan kampanye biasanya akan lebih mampu menceritakan permasalahan masyarakat jika berupa 'kumpulan atau rangkaian beberapa foto' (photo series), bukan 'foto tunggal' atau 'kumpulan foto-foto yang tidak jelas atau tidak ada kaitannya satu sama lain'.
• Dengan demikian, foto-foto sebagai media pendidikan dan kampanye yang baik adalah yang 'memotret keadaan permasalahan masyarakat sebagaimana adanya', bukan keadaan yang direkayasa atau direkonstruksi, sehingga jelas-jelas bukan 'foto nampang' (posing).

fotografi sebagai medium visual dan bahasa 2

Pengantar: Fotografi dan Budaya Visual
oleh Alex Supartono
Bersama mesin uap dan telegraf, fotografi telah memperpendek jarak antarorang dan antarruang sejak dua abad lalu. Mesin uap sebagai perpanjangan otot telah memperbesar kemungkinan aksi dan mimpi manusia, telegraf mengubah pola komunikasi, dan fotografi menjadi mata yang terus bekerja memberi tatapan baru terhadap dunia.

Dilihat dari dalam, fotografi adalah kerja ilmiah panjang mewujudkan mimpi mengabadikan pantulan citra di cermin. Mimpi melanggengkan apa yang pernah kita lihat atau lakukan dan menjadikannya jejak (atau bahkan saksi) sejarah yang kita bangun. Rekaman visual dalam bentuk lukisan dan karya grafis, selain terlalu mahal, dianggap tak lagi memenuhi tuntutan kecepatan dan efisiensi modernitas. Fotografi adalah bagian dari percepatan zaman yang terobsesi efisiensi mekanis.

Prinsip fisika kerja pinhole atau camera obscura (kamar gelap) ditemukan jauh sebelum menjadi praktek fotografi. Dalam camera obscura, pemandangan di luar terpantul melalui sebuah lubang kecil (pinhole) ke dinding di seberangnya secara terbalik. Pada abad ke-11 para ilmuwan Arab sudah memakainya sebagai hiburan dengan menjadikan tenda mereka sebagai camera obscura, sebelum Leonardo da Vinci di akhir abad ke-15 menggambar rincian sistem kerja alat yang menjadi muasal kata "kamera" itu. Seabad kemudian—berbentuk kotak dan mudah dibawa ke mana-mana—piranti ini sudah menjadi salah satu alat kerja para pelukis yang umum dipakai, membantu mereka mendwimatrakan realitas tiga dimensi yang akan mereka lukis. Perkembangan teknologi lensa kemudian tidak hanya membuat citra itu semakin jelas tapi juga tidak terbalik, dan camera obscura pun mulai menjadi benda umum.

Masalah berikutnya adalah bagaimana meninggalkan jejak citra di dalam camera obscura. Pada tahun 1727, ilmuwan Jerman Johann Heinrich Schulze menemukan kimia perak yang menghitam ketika terkena cahaya. Penemuan ini dilanjutkan oleh koleganya dari Inggris, Thomas Wedgwood, yang mulai berhasil merekam citra secara fotografis. Percobaan Wedgwood ini menghasilkan citra primitif bayangan berbagai obyek. Tetapi ternyata citra ini terus menggelap sampai tak ada lagi yang bisa dilihat. Dengan lain kata, Wedgwood tak berhasil mewujudkan citra fotografis. Akhirnya rekaman citra dari camera obscura baru tercapai pada tahun 1826 ketika foto pertama diproduksi oleh bangsawan Prancis Joseph Nicephore Niepce (1765-1833), yang menyebutnya "heliograf" (tulisan matahari). Namun, dibutuhkan waktu 8 jam untuk mengabadikan gedung-gedung dari jendela rumah itu. Alhasil, meski Niepce sudah menemukan dasar utama fotografi, ia belum berhasil menjadikannya sesuatu yang praktis.

Louis Jacques Mende Daguerre-lah (1787-1851), rekan kerja sama Niepce, yang membuat alat penjiplak realitas ini menjadi jauh lebih praktis dengan waktu eksposur kurang dari satu menit. Sayangnya citra yang dihasilkan daguerreotype adalah citra positif, sehingga menjadi satu-satunya hasil rekaman. Sedangkan ketunggalan bertentangan dengan industri dan produksi massal. Masalah ini akhirnya diselesaikan oleh bangsawan dan akademisi Inggris, William Henry Fox Talbot (1800-1877), yang menemukan negatif dan mencetaknya di atas kertas.

Selanjutnya, penyempurnaan teknologi fotografi terus berlanjut dengan orientasi utama pada kemudahan pemakaiannya sehari-hari. George Eastman memperkenalkan kamera Kodak dengan film gulung di tahun 1888, mengubah fotografi, yang sebelumnya hanya dilakukan para profesional, menjadi konsumsi publik: You press the button, we do the rest. Tahun 1925 kamera 35mm pertama, kamera yang kita pakai sehari-hari sekarang, keluar dari pabrik Leica di Jerman. Kodak kembali menyusul dengan memperkenalkan film berwarna pada tahun 1935, lalu foto langsung jadi Polaroid diluncurkan tahun 1947, dan kamera digital mulai dijual ke pasar tahun 1996.

Percepatan perkembangan teknologi fotografi, yang dibarengi distribusi citra-citra fotografis, ternyata tidak otomatis menjadikannya sebagai bagian dari keseharian, dibanding mesin uap atau telegraf. Teknologi memindahkan realitas ke atas selembar kertas ternyata terlalu mengejutkan untuk langsung nyambung dengan kesadaran (visual) manusia. Fotografer Inggris John Thomson (1837-1921) pernah dikejar-kejar penduduk setempat saat menjalankan misi antropologis di Cina karena mereka percaya ada mata seorang anak kecil yang diletakkan di dalam kameranya. Balzac selalu ketakutan setiap kali Nadar (1820-1910) hendak memotretnya, karena bapak novel realis ini yakin bahwa seberkas nyawanya berpindah ke dalam foto. Keluhan yang sama disampaikan Kartini (1879-1901) kepada kawannya, Abendanon, saat ia mengalami kesulitan memotret di luar keputren. Seperti Balzac, bukan kebetulan orang Jawa saat itu ketakutan bahwa kamera akan memperpendek hidup mereka. Suasana yang bertentangan dengan rasionalitas teknologi sepertinya terus menyesuaikan bentuk mengiring sejarah fotografi, menciptakan serangkaian takhayul baru.

Di lain pihak, di tengah seluruh keterdugaan fotografi, pencarian terhadap faktor-faktor tak terduga dari medium ini menjadi obsesi tersendiri di kalangan fotografer. Mereka berusaha mencari dan menampilkan unsur-unsur nonmekanis dalam karya-karya mereka, yang tidak lagi bisa diukur secara teknis. Para fotografer potret, mulai dari August Sander dan Richard Avedon sampai Diane Arbus dan Rineke Dijkstra, berusaha merenggut ke luar dan menampilkan nyawa, karakter, dan keunikan individual subyek-subyek yang mereka potret. Sehingga apa yang kita lihat di dalam foto bukanlah sekadar tampilan luar tapi juga pancaran kedalamannya. Dengan demikian, dengan statusnya sebagai penyalin mekanis realitas, fotografi sebenarnya, mengikuti Roland Barthes (1915-1981), menampilkan pada kita apa yang tidak terlihat. Namun untuk mencapai kualitas itu, para fotografer tak bisa tidak harus menggunakan kemungkinan-kemungkinan teknis yang disediakan fotografi. Mutlaknya keterkaitan gagasan dan teknis eksekusinya ini, sempat membuat pemikir seperti Susan Sontag (1933-2004) berpikir bahwa fotografi-lah yang akan menyelesaikan perdebatan klasik bentuk dan isi dalam seni.

Walter Benjamin (1892-1940) melihat reproduksi dan distribusi fotografi sebagai kekuatan yang akan menghancurkan aura seni pra-fotografi. Dari judul esainya yang paling dikenal di dunia fotografi, "The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction" (1936), Benjamin menyatakan fotografi adalah bentuk seni yang menjadi konsekuensi logis dari zaman yang digerakkan oleh reproduksi mekanis. Optimisme yang didasarkan pada rasionalitas fotografi sebagai hasil dari teknologi itu ternyata harus berhadapan dengan bentuk irasionalitas lain. Pemujaan magis dan religius pada karya seni yang telah disekulerkan oleh reproduksi mekanis, ternyata berhasil membangun tradisi otentisitas baru yang tidak lagi perlu bergantung pada ketunggalan, tetapi dengan memasukkannya ke dalam sistem yang mengendalikan karakter alamiah reproduktifnya. Januari 2007 lalu, sebuah foto ukuran 227 x 337 cm yang memperlihatkan pajangan barang supermarket di Amerika berjudul "99 cent II" karya fotografer Jerman Andreas Gursky, terjual seharga 1,7 juta poundsterling di Sotheby’s London. Beberapa bulan kemudian, restropeksi Andreas Gursky di Haus der Kunst Muenchen mematok harga paling rendah 200.000 euro.

Label harga adalah gerbang paradoksal fotografi ke dalam dunia seni. Bagaimana kita dapat memberi nilai pada sebuah obyek yang dapat diproduksi ulang (meski bukan di-copy) dalam jumlah yang praktis tak berhingga itu seolah-olah obyek tersebut adalah satu-satunya di dunia. Douglas Crimp, teoritikus dan fotografer Amerika, menganggap museum dan galeri sebagai geto fotografi. Sebab di ruang itu aspek estetis fotografi-lah yang mengemuka, mengesampingkan potensi makna lain yang ditanamkan ketika foto itu dibuat. Museum dan galeri-lah yang mengubah fotografi menjadi obyek yang melulu diperhatikan kualitas estetisnya: menjadi obyek seni. Tahap selanjutnya adalah membangun nilai finansial obyek tersebut, mengikuti tradisi dan aturan main dari seni rupa yang lebih dulu terbentuk.

Gejala di atas tidaklah sesederhana perkara menerima atau menolak fotografi masuk ke dalam museum, galeri, atau pasar seni. Masuknya fotografi ke dalam wacana dan praktek seni bercampur baur antara: 1. Foto yang dibuat tanpa niatan seni (foto dokumenter, misalnya) namun di kemudian hari dilihat sebagai benda seni, 2. Seniman yang menggunakan fotografi sebagai salah satu medium ekspresinya, dan 3. Fotografer melihat dirinya sebagai seniman yang menghasilkan obyek seni lewat fotografi. Hal ini masih ditambah dengan kecurigaan yang selalu ada pada intervensi mekanis dalam kerja kreatif. Walau Picasso dan Renoir melihat kamera telah membebaskan pelukis dari banyak hal, sebanyak kemungkinan cara melihat baru yang ditawarkannya, posisi fotografi dalam seni rupa tetap saja tidak pernah jenak. Keluasan kemungkinan artistik yang disediakan fotografi, yang terus bertambah seturut perkembangan teknologinya, menuntut penyesuaian tanpa henti dari gagasan tentang seni rupa itu sendiri, beserta seluruh infrastrukturnya. Sampai sekarang, perbincangan ini masih terus berlangsung sebagaimana tampak jelas dari bermacam karakter yang dikembangkan berbagai festival foto di dunia, dari festival yang mengeksplorasi batas fotografi dokumenter dan seni, festival yang memberi ruang lebih lebar pada kemungkinan-kemungkinan fotojurnalistik, sampai festival yang dipenuhi galeri-galeri yang mewakili fotografer/seniman dan memasarkan karya mereka. Namun, praktek-praktek ini masih terlalu dini untuk dijadikan acuan melihat perkembangan fotografi dan seni.

Namun, di lain pihak, melihat fotografi dengan perspektif kualitas formalnya belaka, melalui kaca mata seni rupa, sebenarnya mengesampingkan sebagian besar praktek fotografi lainnya: jurnalistik, mode, iklan, dan tentu saja snapshots (foto-foto yang dibuat dengan ketulusan). Foto KTP, paspor, sinar X, mikroskopis, makroskopis, foto ulang tahun, perkawinan, foto studio komersial yang tersebar di setiap penjuru adalah keseharian modern kita. Citra-citra fotografis inilah yang memengaruhi cara kita berpakaian, makan, berpikir, berpendapat, dan bahkan cara kita lahir dan mati.

Warhol, Rauschenberg dan seniman pop art lain di awal 1970-an meninggalkan keterpakuan pada kualitas formal fotografi dan mulai menjadikan praktek keseharian fotografi sebagai materi dasar karya-karya mereka sekaligus medium ekspresinya. Cetak saring Warhol yang sekarang berharga ratusan ribu dolar itu dibuat berdasarkan citra-citra fotografis (potret) Mao, Marilyn Monroe, Muhammad Ali sampai Che yang sebelumnya sudah menjadi ikon publik. Di sini Warhol tidak melandaskan karyanya pada kemampuan fotografi menjiplak realitas, tapi pada kekuatan reproduksi dan distribusi fotografi yang sedemikian rupa sehingga mampu menjadikan potret sebagai ikon visual publik. Dengan kata lain, Warhol berkarya berdasarkan citra fotografis yang sudah ada, tanpa harus repot membuatnya sendiri. Praktek ini adalah gejala baru yang membuka wilayah pembahasan baru dalam kaitan posisi fotografi dengan/dalam seni rupa.

Pembahasan fotografi dan seni selalu menopan di dalam gelas. Kalau kita sedikit saja melongok ke luar dari keriuhan di dalam gelas itu, segera terpampang keluasan masalahnya yang masih jauh dari pembahasan yang memadai. Sedangkan praktek dan dampaknya berjalan terus tanpa henti. Kedekatan fotografi pada realitas yang bersejajar dengan kecenderungan kita untuk lebih percaya apa yang kita lihat (seeing is believing), membuat perpanjangan hubungan kita dengan realitas kita terima sebagai realitas itu sendiri. Susan Sontag menyebut gejala ini sebagai super-tourism. Layaknya pelancong zaman sekarang, keberadaan, pengalaman, dan hubungan dengan tempat yang dikunjungi seolah tidak pernah ada bila tidak ada foto yang menjadi bukti. Memori kita pun kemudian tidak mengacu pada pengalaman kita langsung, tetapi pada foto yang menunjukkan keberadaan kita di sana.

Daya ilusif foto memiliki kemampuan menisbikan statusnya sendiri sebagai representasi. Kesenjangan inilah yang menjadi pokok masalah pengetahuan yang dibawa fotografi: dari semua bentuk representasi, fotografi adalah medium yang paling mudah berasimilasi dalam perbincangan kita tentang pengetahuan dan kebenaran. Penerimaan kita terhadap informasi yang diberikan foto sering kali mengandaikan begitu saja (atau abai pada) praktek-praktek yang dilakukan saat pembuatan foto tersebut, dan hanya berkonsentrasi pada fotonya. Sehingga kosakata yang kita pakai untuk sebuah foto sering kali tak ubahnya seperti pertemuan langsung dengan apa yag ditampilkan foto tersebut. "Ini pacar saya" adalah frasa yang dipakai untuk memperkenalkan pacar saya pada orang lain ketika saya menunjukkan foto pacar saya pada orang lain. Foto berkekuatan langsung masuk ke dalam bawah sadar kita yang membuat kita menerima jiplakan realitas sebagai realitas itu sendiri.

Roland Barthes membawa skandal fotografis dalam peristiwa Komune Paris sebagai contoh. Berawal dari sebuah foto yang menampilkan sosok-sosok yang berjajar dengan pose bangga di depan kamera. Kemenangan baru saja mereka raih. Mereka berhasil menguasai salah satu sudut Paris, merebutnya dari tangan kaum borjuis konservatif. Teori telah dipraktekkan, dan mereka melihat masa depan realisasi sebuah ideologi.

Dalam pose itu, setiap pribadi begitu mengemuka, penuh dengan cita-cita. Setiap wajah mengguratkan kehendak dan keberanian dalam kekhasan ekspresi masing-masing. Tanpa mereka sangka, justru karena foto inilah hidup mereka berakhir. Ketika sebuah foto lain berhasil membangkitkan amarah warga Paris pada para anggota Komune Paris itu. Foto yang menampilkan mayat polisi bergelimpangan, dengan keterangan mereka dibantai para pejuang revolusioner itu. Foto itu membuat warga Paris berubah pikiran dan memberi mandat kepada polisi untuk menghukum kaum revolusioner itu sesuai dengan perbuatan mereka. Dari foto kemenangan itu, masing-masing orang itu dikenali, kemudian satu demi satu ditembak mati, hampir semuanya. Namun, warga Paris tidak tahu bahwa mayat-mayat yang bergelimpangan yang mereka lihat itu, bangkit kembali setelah sesi pemotretan selesai.

Bukannya kita tidak belajar dari peristiwa yang diangkat Barthes di atas. Tokoh Bauhaus kelahiran Hungaria, Laszlo Moholy-Nagy, sudah mengingatkan sejak awal abad ke-20 lalu, bahwa pengetahuan kita tentang fotografi sama pentingnya dengan pengetahuan kita tentang abjad. Dan iliterasi di masa depan adalah pengabaian atas penggunaan kamera seperti halnya penggunaan pena. Moholy-Nagy menuntut manusia modern untuk mampu membaca foto seperti membaca tulisan, karena kamera akan sama pentingnya dengan pena. Kekhawatiran Moholy-Nagy bukan hanya pada "daya ilusif" fotografi, tapi pada daya sebar tipuan itu, bukan semata pada produksi tapi juga pada distribusi. Sebab, kekuatan ilusif foto berlipat ganda seiring daya sebarnya, berkat kemampuan fotografi berinteraksi dan bergabung dengan bentuk-bentuk representasi visual lain.

Dunia kita semakin visual. Semakin lama kita semakin rapat dikelilingi citra yang semakin canggih. Seakan kata perlahan digantikan citra. Waktu yang kita habiskan untuk membaca semakin dikurangi waktu kita untuk menonton. Semakin jarang kita merekam pengalaman dengan catatan buku harian, sebab melihat foto atau video-nya jauh lebih menyenangkan. Namun, walaupun kita sudah begitu terbiasa menerima segala yang datang secara visual, tidak otomatis kita aktif pula secara visual, sebagaimana otak kita aktif bekerja mencerna kata, huruf, dan tulisan. Terhadap citra, terlalu banyak hal yang kita andaikan, tanpa pernah perlu memeriksa lebih jauh pemahaman kita atasnya. Sebab, kita tak pernah dididik secara sistematis untuk itu.

Saat belajar membaca abjad, kita ditunjukkan bagaimana kalimat disusun menjadi satuan-satuan tata bahasa, bagaimana penulis menggunakan perangkat tata bahasa untuk menyampaikan gagasan mereka, serta bagaimana gagasan disusun dan dipertukarkan dalam berbagai tingkat kecanggihan. Kita belajar membaca sekaligus menulis, melakukan konsumsi sekaligus produksi, pasif tetapi juga aktif. Sedangkan terhadap yang visual, kita seakan ditinggal sendirian untuk memahami maknanya. Kita tidak pernah diajari (secara sistematis) bagaimana melihat gagasan dibentuk dan disebarkan secara visual. Kita tidak terbiasa mengenali lapisan-lapisan makna (konotatif dan denotatif, misalnya) dalam lukisan, gambar, foto, film, iklan, televisi; bagaimana mereka diproduksi dan bagaimana gagasan di baliknya berkembang seturut proses distribusi dan apresiasinya. Terhadap sebuah teks, dengan relatif mudah kita dapat mencatat isi, gaya dan strukturnya. Kita dapat melihat perangkat-perangkat bahasa yang digunakan untuk meyakinkan kita atas argumen yang hendak disampaikan penulis. Secara kritis kita dapat "membaca" apa yang tidak tertulis, merasakan seberapa besar pengaruh nama penulis terhadap penerimaan ide yang hendak disampaikan pada pembaca. Tapi apakah kita dapat menerapkan proses atau telaah yang sama ketika berhadapan dengan "teks visual" sama seperti saat menghadapi "teks verbal"? Perbandingan antara yang literal dan yang visual ini dilakukan untuk menunjukkan bagaimana foto-foto tentang Revolusi Indonesia sebenarnya dapat kita telisik seketat dan semendalam tulisan-tulisan tentang subyek yang sama.

Para penulis budaya visual, termasuk di dalamnya para teoritikus fotografi, iklan, film, dan televisi, sering mengingatkan bahwa pada dasarnya dunia datang kepada kita pertama-tama secara visual. Kita mengenali ibu kita sebelum kita mampu menyebutnya "ibu", apalagi menulis kata "ibu". Kita juga melihat bentangan waktu yang sangat panjang antara lukisan pertama dan tulisan pertama di dunia. Lebih banyak contoh dapat diberikan untuk menunjukkan bahwa dunia literal yang menguasai kesadaran kita sekarang relatif lebih muda dibandingkan dunia visual. Karena itu yang kita butuhkan sekarang adalah kembali ke dasar pemahaman kita dulu, yang bersifat visual. Kita perlu mengasah kembali kesadaran dan kepekaan visual kita yang sebenarnya sudah pernah kita pakai sampai kita mengenal kata dan bahasa.
Kalam nomor ini ingin ikut memerangi iliterasi visual di atas dengan membicarakan salah satu pilar budaya visual: fotografi. Yang segera tampak dari tulisan-tulisan yang ada adalah bahwa sebagian besar penulisnya (kecuali M. Firman Ichsan) tidak punya latar belakang formal fotografi. Gejala ini bisa menunjukkan paling tidak dua hal. Pertama, semakin banyak pembahasan tentang fotografi dari berbagai disiplin—suatu kecenderungan yang pastilah menggembirakan.

Namun, dan ini yang kedua, kurangnya minat para fotografer memikirkan dan membahas medium yang mereka geluti—suatu keadaan yang tentu saja meresahkan. Sementara itu, mengaitkan kedua hal di atas malahan semakin merisaukan, sebab para pembahas fotografi jangan-jangan adalah mereka yang berpengetahuan terbatas tentang medium ini, sedangkan mereka yang mempraktekkan medium ini justru tidak tertarik membahasnya. Tetapi mungkin dari sinilah kita harus memulainya, kini, dengan membuka keresahan dan kerisauan itu. Mengangkatnya ke tataran yang memungkinkan perbincangan lebih jauh dan mendalam.

Jakarta, Mei 2007

Alex Supartono adalah seorang kurator, dosen, dan pengamat fotografi. Ia bekerja sebagai redaktur khusus nomor "Fotografi dan Budaya Visual" Jurnal Kebudayaan Kalam hingga menjelang peluncuran www.jurnalkalam.org. Segera setelah menyelesaikan tulisan pengantar ini ia berangkat Leiden, Belanda, untuk mengadakan penelitian persiapan sebuah pameran fotografi tentang sejarah industri gula sejak zaman kolonial.
sumber: http://jurnalkalam.org/edisi/2007/fotografi_pengantar.html

fotografi sebagai medium visual dan bahasa 1

Foto sebagai bentuk komunikasi visual, dan merupakan elemen desain komunikasi visual merupakan media yang bertujuan untuk menimbulkan kesan tertentu pada pengamat atau komunikan, tanpa mempersoalkan nilai yang timbul dalam masyarakat. Foto atau gambar merupakan elemen yang sangat potensial dalam membangun imajinasi dan kesan. Foto iklan dimaksudkan dan diarahkan untuk membentuk kesan di benak konsumen. Komunikasi berlansung taktis dan strategis karena diandaikan bahwa kesan yang terkemas akan sampai seutuhnya pada konsumen. Hal ini sangat mujarab, karena foto iklan memiliki kecendrungan manipulatif. Untuk membuat iklan agar lebih memiliki daya tarik, daya kejut, daya hentak serta daya henti bagi mata yang melihat, dibutuhkan adanya sentuhan rekayasa atau kolase, dramatisir dan hiperbola. (Roland Barthes,1978)


Dalam buku the photographic message, Roland Barthes, beliau ,mengajukan tiga tahap dalam membaca foto: perseptif, kognitif, dan etis ediologis. Tahap perseptif terjadi jika seseorang melakukan transformasi gambar ke kategori lisan; jadi semacam penjelasan gambar. Konotasi perspektif tidak lain adalah imajinasi segaris dengan unsur bahasa yang pada dasarnya satu titik. Konotasi kognitif dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menghubungkan unsur-unsur historis dari denotasi. Ini konotasi yang dibangun atas satu dasar pedoman imajinasi. Pengetahuan kultural sangat menentukan. Tahap ketiga yaitu etis ediologis, orang mengumpulkan berbagai signifier yang siap dikalimatkan. Barthes menunjukkan bahwa tiga cara rekayasa sebagaimana dijelaskan diatas membuka kemungkinan untuk menurunkan signifier. Barthes menyebut signifier pada tingkat konotatif ini dengan sebutan mitos dan signified sebagai idiologi. Ini dibangun dengan imajinasi simbolik. Ketiga tahap ini adalah tahap ide pokok atau penyimpangannya untuk menentukan wacana suatu foto dan moralitas atau ideologi yang berkaitan. (ST.Sunardi, 2002)


Sebelum melakukan pembedahan pada foto, ada dua hal yang menjadi teori Barthes, dua konsep yang perlu diketahui itu adalah studium dan punctum. Studium adalah saat seseorang meraba-raba, mengeksplorasi unsur-unsur yang ada dalam foto. Studium sejajar dengan saat mengamati, saat mencoba melakukan penyesuaian terhadap indera dengan objek yang ada dalam foto. Punctum adalah saat orang bergerak dan berhenti pada suatu titik karena titik itu membuatnya terkesan. Pernyataan ini bisa dipahami karena saat studium, adalah saat melakukan pencocokan kode yang ada pada diri orang tersebut dengan kode yang ada dalam foto, sedangkan saat punctum adalah saat orang tersebut menggunakan bahasanya sendiri dalam upaya membantu subjektivitasnya. Bisa juga dikatakan bahwa studium adalah saat seseorang menjajaki diri mereka melalui bahasa publik, dan punctum saat mereka hanya menggunakan bahasa mereka sendiri. Dengan kata lain teori Barthes ini berupa gambaran tentang halusinasi realitas yang digabungkan dengan imajinasi sesorang ketika dihadapkan pada sebuah foto. (ST.Sunardi, 2002)

Sunday, April 11, 2010

FOTOGRAFI DALAM KEHIDUPAN HARIAN

Fungsi Foto dalam Kehidupan

Untuk mengetahui apa saja bidang garapan fotografi dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang memerlukan foto, sebagaimana diuraikan dibawah ini.

Pertama, karya foto merupakan suatu dokumentasi yang bisa disimpan dalam kurun waktu tertentu. Hampir semua aktiviti manusia dengan berbagai kehidupannya, boleh digambar untuk dijadikan dokumentasi. Kalau diperkantoran, aktiviti tersebut misalnya acara seminar, workshop dan lain-lain. Sedangkan dalam lingkup keluarga seperti pesta perkahwinan, ulang tahun, kelahiran atau kematian salah seorang anggota keluarga.

Kedua, fungsi foto untuk kelengkapan administrasi kependudukan dan lainnya, seperti pembuatan KTP, SIM, Pasport, Bukti Surat Nikah, ijazah dan sebagainya.
Untuk pengadaan foto-foto tersebut, diperlukan fotografer yang mampu memotret wajah subjek dengan baik dan jelas. Ini tentu tidak bisa semua fotografer mampu melakukannya.

Ketiga, pemotretan untuk pembuktian telah terjadinya suatu masalah/perkara yang dapat dijadikan informasi/data untuk memperkuat pembuktian di pengadilan. Pemotretan ini biasanya dilakukan oleh aparat kepolisian, atau fotografer yang dimintai bantuannya untuk memotret sesuatu. Pemotretan biasanya dilakukan di TKP (Tempat Kejadian Perkara) atau terhadap barang bukti yang ditemukan.

Keempat, fungsi foto sebagai pelengkap artikel di media cetak. Pemotretan ini biasanya dilakukan oleh wartawan foto atas permintaan redaktur. Misalnya untuk melengkapi artikel tentang terjadinya kesulitan sebagian masyarakat dalam mendapatkan minyak tanah. Agar artikel tersebut menarik, maka artikel tersebut dilengkapi dengan foto yang menggambarkan antrian calon pembeli minyak tanah.

Kelima, foto jurnalistik atau foto berita dapat dikatakan suatu foto yang mempunyai nilai berita tinggi, yang menggambarkan fakta dan isinya sangat aktual peristiwanya.
Foto Jurnalistik pada dasarnya bukan hanya monopoli wartawan foto yang bisa membuatnya, masyarakat biasa pun bisa membuat dan mengirim ke media, sepanjang foto memenuhi kaidah jurnalistik dan memang layak untuk dimuat sebagai foto berita.

Keenam, foto-foto untuk bahan dasar pembuatan poster, poscard, brosur, leaflet, flyer dan sebagainya. Foto-foto ini biasanya digunakan untuk keperluan pameran dan penerangan masyarakat. Untuk menghasilkan foto-foto tersebut, biasanya fotografer di suatu lembaga atau institusi yang melakukan hunting langsung ke lapangan. Jika instansi tersebut tidak memiliki fotografer yang mumpuni, biasanya akan dicari fotografer dari luar, untuk melakukan pemotretan sesuai permintaan.

Ketujuh, fungsi foto untuk kegiatan promosi, seperti memasarkan rumah mewah, mobil dan sepeda motor keluaran terbaru, objek wisata, kamera, handphone dan sebagainya.
Mengingat pentingnya citra dan daya tarik suatu produk untuk menarik konsumen agar mau membeli, foto-foto untuk bahan pembuatan iklan biasanya dibuat sangat menarik dan sempurna, sehingga hanya beberapa gelintir fotografer saja yang mampu memotretnya.

Kelapan, pemotretan peragaan busana. Dalam acara ini pun tidak semua fotografer mampu menghasilkan gambar yang baik dan menarik. Dalam pemotretan ini sangat diperlukan gambaran yang jelas dan detail dari hasil rancangan karya seorang designer.

Kesembilan, foto-foto untuk bahan presentase pimpinan. Misalnya di kantor pemerintahan, perusahaan, lembaga masyarakat dan sebagainya.
Seorang pengusaha real estate/perumahan, tentu akan sangat terbantu jika presentase kepada pihak perbankan yang memberi modal atau calon konsumen, mampu menyajikan gambar-gambar proyek perumahan yang sedang dibangun, dibanding jika hanya menggunakan kata-kata saja.

Kesepuluh, foto-foto untuk bahan dasar pembuatan sablon seperti pencetakan buku-buku, spanduk, kaos, topi dan lain-lain. Pemotretan dan pembuatan bahan cetakan dari sablon ini semakin semarak, seiring dengan ramainya pemilihan kepala daerah (pilkada) di tanah air. Foto-foto tersebut sangat diperlukan untuk kegiatan kampanye.

Kesebelas, fungsi foto untuk bahan evaluasi kegiatan. Hal ini sering dilakukan, baik ketika proyek baru dimulai, maupun di dalam proses pelaksanaannya. Melalui foto-foto yang dibuat dalam kurun waktu tertentu, akan dapat diketahui, apakah pembangunan yang dibuat sesuai dengan rencana, atau melenceng, sehingga bisa cepat diperbaiki.

Fungsi foto untuk bahan evaluasi juga sering digunakan untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan anak. Sebelum seorang anak mengikuti program perbaikan Gizi, si anak diukur tinggi dan berat badannya, setelah program berjalan 6 bulan atau 1 tahun, si anak di foto kembali sehingga terlihat hasilnya. Dari uraian di atas, jelas bahwa bidang kegiatan fotografi sangat luas, dan terbuka bagi para pemotret untuk menekuninya. Tinggal, bagaimana para pemotret meningkatkan kualitas hasil pemotretan dan mengisi peluang menjadi fotografer seperti yang dibutuhkan masyarakat.

TUGASAN 3 : FOTO LUAR KAMPUS

TEMA : BIG SIGNBOARD

1)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/22.0
- Shutter speed : 1/250
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Tempat : 1 Borneo Hypermall
* Masa : 2.24pm
* Tarikh : 3 April 2010



2)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/25.0
- Shutter speed : 1/250
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Tempat : 1 Borneo Hypermall
* Masa : 2.24pm
* Tarikh : 3 April 2010



3)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/25.0
- Shutter speed : 1/125
- Shot : Medium close up
- Angle : Low angle

* Tempat : Sekitar pusat bandar
* Masa : 1.41pm
* Tarikh : 3 April 2010



4)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/18.0
- Shutter speed : 1/250
- Shot : Medium close up
- Angle : Low angle

* Tempat : Sekitar pusat bandar
* Masa : 2.08pm
* Tarikh : 3 April 2010



5)


Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/29.0
- Shutter speed : 1/125
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Tempat : McDonalds, Likas
* Masa : 11.09am
* Tarikh : 3 April 2010

Wednesday, April 7, 2010

TUGASAN 2 : FOTO DALAM KAMPUS

TEMA : BANGUNAN

1)

Dewan Canselor UMS. Segah namanya.

Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/10.0
- Shutter speed : 1/125
- Shot : Close up
- Angle : Low angle

* Masa : 2.51pm
* Tarikh : 25 March 2010



2)

Bangunan Canselori UMS sebagai pusat pentadbiran.

Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 1/2500
- Shot : Medium shot
- Angle : Low angle

* Masa : 3.25pm
* Tarikh : 25 March 2010



3)

Masjid Universiti. Tempat bersujud umat Islam.

Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/10.0
- Shutter speed : 1/250
- Shot : Establish shot
- Angle : Low angle

* Masa : 3.53pm
* Tarikh : 2 April 2010



4)

Dewan Resital UMS. Saksi kepada banyak acara dan peristiwa.

Butiran Teknikal
- ISO : 100
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 1/250
- Shot : Establish shot
- Angle : High angle

* Masa : 4.54pm
* Tarikh : 2 April 2010



5)

Perpustakaan UMS. Gedung ilmu warga UMS.

Butiran Teknikal
- ISO : 400
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 1/2000
- Shot : Establish shot
- Angle : Low angle

* Masa : 5.08pm
* Tarikh : 2 April 2010

Tuesday, March 30, 2010

Teknik Mengambil Foto yang Baik

Berfoto memang hal yang mengasikkan. Terlebih lagi bila foto yang kita ambil itu hasilnya bagus dan memuaskan. Nah, untuk itu di perlukan teknik-teknik ang baik untuk mengambilfoto yang bagus. berikut ini TIPS agar kalian dapat mengambil foto dengan baik dan benar.

Ada beberapa point yang perlu diingat, saat kita mengambil sebuah gambar/ foto/ objek. Ini dia:

1. Focus
2. Perhatikan latar belakang
3. Perhatikan komposisi warna
4. Shoot, review, delete
5. Shoot, review, keep
6. Focus, focus, focus!!!

Arti dari semua point ini bahwa gambar yang kita ambil harus bisa bercerita, apa yang sedang terjadi atau apa yang sedang dilakukan objek dan lain sebagainya. Yang kedua, tentang warna, ambil lah gambar dengan kombinasi warna yang cantik. Misalnya gambar seorang ibu berjilbab merah sedang duduk disamping seorang bapak yang memakai baju berwarna biru. Warnanya kontras. Atau gambar sebuah bunga berwarna orange dengan daunnya yang berwarna hijau.

Selain itu pengambilan gambar juga tahapan terpenting didalam proses produksi. Pengambil gambar bisa kita samakan sebagai tukang belanja bahan dasar makanan. Mutu dan rasa serta macam makanan olahan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka yang bertugas berbelanja bahan makanan dipasar.
Jika ingin membuat soto, tentu tukang belanja harus mencari bahan yang cocok untuk dimasak menjadi soto, dengan berbagai pertimbangan antara lain, kelengkapan bumbu dan juga mutu daging serta sayuran pendukung lainnya.
Demikian juga dengan juru kamera yang harus benar-benar mengerti, paham dan tahu mutu gambar yang baik dan mampu membuat gambar yang sesuai tuntutan alur cerita.
Oleh karena itulah seorang juru kamera harus memahami berbagai hal yang berkaitan dengan mutu gambar diantaranya mampu membuat gambar dengan komposisi yang baik, paham berbagai teori tata cahaya, tata suara, editing serta motivasinya dan teknik penyutradaraan, disamping tentunya mengenal dan mampu mengoperasikan kameranya dengan baik pula.

rujukan: http://www.sman2mks.com/site.com/pelatihan/teknik-mengambil-foto-yang-baik/

by SHERIL DEEANA HARBANI

Thursday, March 25, 2010

wHat iS aPerTuRe, ShUttEr SpeeD, aNd iSo

BUKAAN / APERTURE
apertre adalah bukaan lensa kamera dimana lensa masuk. Jika Anda berada di lingkungan dimana cahaya sangat terang, maka kita boleh menutup bukaan sehingga lebih sedikit cahaya masuk ke dalam. Jika keadaan persekitaran gelap, maka kita boleh membuka bukaan lensa sehingga hasil akhir menjadi optimal.
Hal yang unik dan kadang membingungkan pemula adalah nomor dalam setting bukaan adalah terbalik dengan besarnya bukaan. Misalnya angka kecil berarti bukaan besar, sedangkan angka besar berarti bukaan kecil.
Bukaan juga digunakan untuk mengontrol kedalaman bidang (depth of field). Bukaan besar membuat kedalaman bidang menjadi kecil, akibatnya latar belakang / depan menjadi kabur. Bukaan kecil membuat kedalaman bidang menjadi besar, akibatnya semua bidang dalam foto menjadi tajam atau berada dalam fokus.
Setiap lensa memiliki bukaan maksimum dan minimum. Angka yang tertera dalam lensa seperti 3.5-5.6 berarti maximum bukaan bervariasi antara 3.5 sampai 5.6.

SHUTTER SPEED
Kecepatan pemetik gambar / shutter speed adalah jangka waktu kamera membuka sensor untuk memasukkan cahaya. Satuan shutter speed adalah dalam detik atau pecahan detik. Biasanya berawal dari 1/4000 detik sampai to 30 detik. Variasi shutter speed ini tergantung dari badan kamera bukan pada lensa seperti pada bukaan.
Shutter speed mempengaruhi foto dalam dua hal. Kecepatan shutter speed yang tinggi membekukan objek yang bergerak. Shutter speed yang rendah/lama menangkap gerakan objek secara kontinu.
ISO
ISO adalah ukuran sensitivitas sensor terhadap cahaya. Ukuran dimulai dari angka 50, 80 atau 100 dan akan berlipat ganda sampai 3200 atau lebih besar lagi. ISO dengan ukuran angka kecil berarti sensivitas terhadap cahaya rendah, ISO dengan angka besar berarti sebaliknya.
ISO dengan angka besar atau disebut juga ISO tinggi akan menurunkan kualitas gambar karena munculnya bintik-bintik yang dinamakan “noise”. Foto akan terlihat berbintik-bintik seperti pasir dan detail yang halus akan hilang. Tapi untuk kondisi yang sulit seperti sedikit cahaya dalam ruangan, ISO tinggi seringkali diperlukan

by Mzz HaZmiR

Wednesday, March 17, 2010

Bagaimana Cara Mengambil Gambar Yang Sempurna

Tidak jamannya lagi dimana fotografer harus mengambil beberapa gambar dari suatu gambar dan mengembangkan mereka untuk mencari tahu apakah gambar yang diambil telah sempurna. Beberapa fotografer bentuk seni ini mengacu kepada teknik ini sebagai “trial and error”.

Saat ini, ada jumlah fotografer yang telah memutuskan untuk bergeser dari titik teratur dan menembak dan tua model SLR yang digital. Melalui DSLR, mereka bisa mendapatkan lebih banyak waktu untuk berkonsentrasi dalam mengambil gambar yang besar karena gambar yang tidak setara dengan standar mereka hanya dapat dihapus pergi.

SLR adalah singkatan dari Single Lens Reflex. Namanya penggunaan lensa dan cermin. Cermin memantulkan cahaya yang memasuki lensa menjadi jendela bidik. Dengan demikian, seorang fotografer dapat memperkirakan bagaimana gambar akan mungkin muncul bila dikembangkan. Selain itu, sebuah kamera SLR terpisah menggunakan lensa yang dapat dipertukarkan, tergantung pada resolusi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, kamera ini dapat digunakan untuk menangkap gambar dengan kedalaman bervariasi.

Demikian pula, SLR digital atau kamera DSLR menggunakan lensa dan cermin. Tapi bukannya film yang merekam gambar, sebuah kamera DSLR menggunakan sensor cahaya dan digital chip memori. Dengan kata lain, sebuah kamera DSLR adalah versi komputer kamera SLR tradisional.

Namun, fungsi dari model ini agak berbeda, sehingga disarankan agar pengguna menghabiskan waktu untuk mengenal atau berkenalan dengan gadget ini. Pemilik harus menggunakan itu “trial and error” teknik dengan mengambil beberapa gambar dan menyimpan gambar yang lebih baik. Cepat atau lambat, pengguna pasti bisa hack model ini.

Individu yang memutuskan untuk menggunakan jenis kamera ini harus benar-benar berinvestasi pada kartu memori dan lensa. Jadi, jika mereka kebetulan menjadi profesional suatu hari nanti, peralatan tambahan pasti akan membuat mereka sibuk untuk memilih fotografi sebagai karier.

Berikut adalah beberapa tips-tips yang pasti akan membantu pemilik kamera DSLR dalam menangkap gambar yang sempurna dengan menggunakan seni baru fotografi digital.

1. Biasanya, orang mengambil gambar tubuh penuh dengan latar belakang. Namun, lebih tepat untuk mengambil bidikan dari bahu ke atas atau tubuh bagian atas salah satu gambar karena orang-orang dalam gambar benar-benar muncul kecil.

2. Jika melakukan hal di atas kebetulan teknik sulit bagi pengguna, ia dapat mengambil foto orang dengannya di salah satu sisi daripada di pusat. Maka pemilik hanya bisa memperbesar sehingga orang tampaknya berada di tengah.

3. Hukum optik tetap sama apakah menggunakan lama atau kamera digital. Sebagai contoh, jika matahari berada di belakang gambar, maka gambar akan siluet. Jika lampu di depan gambar, gambar akan tampak juling kecuali ada kacamata.

4. Gunakan sunglass Anda untuk bertindak sebagai polarizer untuk mengambil yang tidak perlu refleksi dari objek melotot.

5. Anda juga dapat menggunakan kacamata untuk meningkatkan eksposur objek.

6. Bila menggunakan polarizer, pastikan bahwa sumber cahaya tegak lurus ke objek.

7. Ubah setting Keseimbangan putih otomatis ke cerah berawan ketika memotret lanskap dan potret luar ruangan.

8. Jangan gunakan modus lampu kilat ketika pengaturan sudah cerah.

9. Zoom in untuk menekankan aset tertentu atau karakteristik dari subjek yang ditangkap.

10. Practice. Practice. Practice.

Itu sudah cukup untuk mengatakan bahwa teknik-teknik dalam mendapatkan tembakan yang sempurna tidak berubah. Namun, menggunakan kamera digital dan mempekerjakan seni baru ini fotografi digital telah cukup membaik bidikan foto menangkap gambar dengan membuat mudah bagi semua orang.

Dengan kata lain, praktik adalah apa yang benar-benar membuat tembakan yang sempurna!

rujukan: http://fotografidigital.dagdigdug.com/2009/11/23/bagaimana-cara-mengambil-gambar-yang-sempurna/

by Sheril Deeana Harbani

Kelebihan & Kekurangan Kamera DSLR

Pada postingan sebelum nya saya sudah memberikan penjelasan tentang tips memilih antara kamera DSLR atau kamera kompak, maka di sini saya akan memberikan penjelasan tentang kelebihan dan kekurangan kamera DSLR. Jika sobat belum membaca penjelasan tentang tips memilih antara kamera DSLR atau kamera kompak dan ingin membaca nya terlebih dahulu silahkan saja sobat lihat di sini.

Kelebihan Kamera DSLR

Kualitas Gambar
Karena sensor DSLR lebih besar, kualitas tangkapan nya cenderung lebih bagus dibanding dengan kamera kompak.

Fleksibel
DSLR bisa dengan mudah berganti lensa sesuai kebutuhan.

Kecepatan
DSLR lebih cepat dalam soal kecepatan rana (kecepatan menagkap gambar), start up, dan juga shutter lag (jeda antara waktu menekan tombol bidik hingga gambar tersimpan).

Viewfinder Optis
Dengan viewfinder optis, apa yang terlihat di jendela bidik akan sesuai dengan hasil yang ter-rekam.

Jangkauan ISO Lebar
Setting ISO (tingkat kepekaan sensor pada cahaya) memiliki jangkauan lebih luas, sehingga lebih fleksibel memotret di segala kondisi bahkan di tempat yang minim cahaya sekalipun.

Kontrol Manual
Meski pada beberapa kamera kompak telah dilengkapi setelan manual untuk memotret, namun jumlah dan fleksibilitas nya lebih beragam di DSLR.

Nilai
Kamera DSLR dipandang memiliki nilai leibih dari pada kamera kompak. Karena nya faktor “kadaluarsa” nya lebih panjang. Investasi pada lensa tidak akan basi karena bisa terus dipakai.

Ruang Ketajaman
Sering disebut depth of field. Dengan DSLR, ruang ketajaman obyek foto bisa diatur dengan leluasa. Dengan fitur ini sobat bisa membuat foto dengan objek yang tajam dan latar belakang buram.

Kualitas Optik
Kualitas lensa DSLR tentu saja lebih bagus dengan kamera saku. Selain itu, pilihan kualitasnya beragam, tergantung isi saku sobat.

Kekurangan Kamera DSLR

Harga
Kamera DSLR memang lebih mahal dari pada kamera saku. Namun sekarang sudah ada kamera DSLR kelas entry level yang harga nya lebih terjangkau.

Berbobot
Ukuran dimensi nya tentu saja lebih besar dibandingkan kamera kompak. Mengambil nya dari tas membutuhkan waktu beberapa saat.

Butuh Perawatan
Kamera ini cenderung butuh perawatan ekstra. Ketika sobat mengganti-ganti lensa, ada kemungkinan debu dan kototran masuk ke sensor, sehingga sobat harus rajin membersihkan nya agar kamera tidak cepat rusak.

Kompleks
Pengelolaan dan pengesettan kamera DSLR memang lebih komplek, karena dirancang untuk pemotretan manual. Namun kini banyak kamera DSLR baru yang menyertakan fasilitas tambahanuntuk pengelolaan yang mudah dan otomatis di dalam nya.

Membidik via Viewfinder
Kebanyakan kamera DSLR tidak menyediakan fasilitas LCD untuk membidik obyek, seperti pada kamera saku. Namun beberapa kini, sudah menyediakan fasilitas ini lewat feature Live View.


rujukan: http://mini-tripod.blogspot.com/2009/04/kelebihan-kekurangan-kamera-dslr.html

by Sheril Deeana Harbani

Monday, March 15, 2010

DEPTH OF FIELD (DOF)

Depth of Field (DOF) merupakan salah satu aspek yang agak penting dalam fotografi. Dalam artikel ringkas ini, saya akan cuba menjelaskan bagaimana cara memahami DOF dan kenapa harus difahami, serta apa yang dapat dilakukan untuk mengawalnya.

Agak rumit untuk dijelaskan dalam penulisan tetapi, saya akan berusaha menjelaskannya dengan bahasa yang mudah difahami. DOF merupakan suatu dari sedikit aspek fotografi yang menggunakan pengiraan matematik. DOF bukan ‘fokus’, tapi DOF adalah sebuah ‘ruangan’, ruangan dimana semua objek di dalam ruang tersebut akan terlihat fokus.


The area within the depth of field appears sharp while the areas in front of and beyond the depth of field appear blurry.

Apa itu DOF? Penjelasan ringkasnya adalah sebuah area/bahagian pada sebuah foto yang terlihat ‘tajam’. DOF ada dua, DOF luas dan DOF sempit (atau ‘bokeh’).

Sebuah foto dikatakan memiliki DOF luas apabila semua bahagian/elemen dalam gambar itu memiliki ketajaman yang sama. Contohnya foto ini:



Gambar ini nampak ‘tajam’ disemua bahagian, dari foreground hingga ke background.

Berbalik pula pada DOF sempit adalah membuat beberapa elemen foto terlihat menonjol dibandingkan yang lainnya.

DOF dipengaruhi oleh tiga faktor utama:

* Bukaan diafragma (aperture)
* Panjang fokus lensa yang digunakan
* Jarak fokus utama dari kamera

Bukaan Diafragma
—————-
Aperture atau bukaan adalah ukuran pembukaan diafragma yang mengawal banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera. Biasanya dilambangkan dengan huruf ‘f’.

Angka bukaan aperture ini umumnya merupakan urutan 1; 1.2; 1.4; 2; 2.8; 4; 5.6; 8; 11; 16, dan seterusnya. Angka bukaan yang besar akan menyebabkan ruang ketajaman berkurang. Sebaliknya angka bukaan yang kecil akan menyebabkan ruang ketajaman bertambah.

Nilai bukaan merupakan perbandingan antara jarak fokus lensa dengan diameter lubang diafragma, yang biasanya dituliskan dengan format f/(nilai bukaan). Sebagai contoh, lensa 100mm, pada pengaturan bukaan 4 (f/4), membawa erti bahawa diafragma pada lensa tersebut sedang terbuka dengan diameter 25mm.

Focal Length
————
Focal length atau jarak fokus adalah ukuran jarak antara elemen lensa dengan permukaan filem (atau sensor digital) pada kamera.

Lensa dengan panjang fokal besar akan memberikan sudut pandang yang sempit sehingga sebuah objek pada jarak jauh akan nampak menjadi lebih besar di dalam foto. Sebaliknya lensa dengan panjang fokus kecil memberikan sudut pandang tangkap lebih luas.

Jarak fokus utama dari kamera
————————–—
Untuk lebih jelas, saya buat ilustrasi ringkas.

Pada contoh ini katakan saya hendak mengambil gambar 3 orang dengan nama ‘Depan (d)’, ‘Tengah (t)’, dan ‘Belakang (b)’ sementara ‘k’ adalah kamera.

Katakan saya hendak mengambil gambar si ‘Tengah’.

1. DOF pendek
(bukaan besar = f/ angka kecil)

k_____________d________t________b
___________________|– dof –|

maka, hasil yang akan kita dapat adalah, si ‘Tengah’ akan fokus. si ‘Depan’ dan ‘Belakang’ akan nampak blur. Ini terhasil kerana kita mengggunakan bukaan besar, maka DOF-nya pendek. sehingga, si ‘Depan’ dan si ‘Belakang’ tidak masuk dalam ruang fokus.

2. DOF panjang
(bukaan kecil = f/ angka besar)

k______________d________t________b
______________|———–- dof ————-|

maka hasil yang akan kita dapat adalah, si ‘Tengah’, si ‘Depan’ dan si ‘Belakang’ akan fokus (tajam). Semua orang di dalam foto akan terlihat ‘tajam’.

Jika si ‘Belakang’ mundur ke belakang lagi atau si ‘Depan’ maju ke depan lagi, maka dia akan keluar dari ruang DOF dan dengan demikian, si ‘Belakang’ dan si ‘Depan’ akan kelihatan blur.


> Rujukan : http://adhadimohd.com/2009/12/tips-foto-depth-of-field-secara-ringkasnya/


by Siti Shazwani Wahid.

Sunday, March 14, 2010

JENIS- JENIS SHOT DAN SUDUT PENGAMBILAN GAMBAR

JENIS-JENIS SHOT

(http://misteridigital.wordpress.com/2007/07/01/jenis-jenis-shot-sudut-dan-gerakan-kamera/)


CU (Close Up)

Shot yang menampakan daripada bahu sampai atas kepala.



MCU (Medium Close Up)

Shot yang menampilkan separas dada sampai atas kepala.



BCU (Big Close Up)

Shot yang menampilkan bahagian tubuh atau benda tertentu sehingga tampak besar. Misal : wajah manusia sebatas dagu sampai dahi.



ECU (Extrime Close Up)

Shot yang menampilkan bentuk objek. Misalnya mata, hidung, atau telinga.



MS (Medium Shot)

Shot yang menampilkan sebahagian pinggang sampai atas kepala.



TS (Total Shot)

Shot yang menampilkan keseluruhan objek.



ES (Establish Shot)

Shot yang menampilkan keseluruhan pemandangan atau suatu tempat untuk memberi orientasi tempat di mana peristiwa atau adegan itu terjadi.



Two Shot

Shot yang menampilkan dua orang.



OSS (Over Shoulder Shot)

Pengambilan gambar di mana kamera berada di belakang bahu salah satu pelaku, dan bahu si pelaku tampak atau kelihatan dalam frame. Objek utama tampak menghadap kamera dengan latar depan bahu bertentangan.



SUDUT PENGAMBILAN KAMERA


High Angle (Bird eye view)

Posisi kamera lebih tinggi dari objek yang diambil.



Normal Angle

Posisi kamera sejajar dengan ketinggian mata objek yang diambil.



Low Angle (Frog eye view)

Posisi kamera lebih rendah dari objek yang diambil.



Objektif Kamera

Teknik pengambilan di mana kamera menyajikan sesuai dengan kenyataannya.



Subjektif Kamera

Teknik pengambilan di mana kamera berusaha melibatkan penonton dalam peristiwa. Seolah-olah lensa kamera sebagai mata si penonton atau salah satu pelaku dalam adegan.



BY SITI MARIANI MAHALIL

LENS

Lens amat penting pada sebuah kamera. Lens mesti bersih dari debu dan kesan calar. Oleh itu penjagaan lens perlu diutamakan. Elakkan dari terkena fungus dan wap air.



JENIS - JENIS LENS:

Berikut ialah jenis-jenis lens.

a. Wide Angle Lens

b. Standard Lens

c. Telephoto Lens

d. Zoom Lens



a.Wide Angle Lens - Merupakan Lens yang membolehkan kita mengambil gambar pada sudut yang luas. Dalam kategori ini, Wide Angle terbahagi pula kepada Super Wide.



Berikut ialah jenis Lens Wide Angle.

16mm, 18mm, 20mm, 24mm, 35mm,

Jika lebih kecil angkanya bermakna lebih luas bukaan sudut pandangannya. Namun perlu diingatkan sudut yang luas akan memberi kesan lengkung.



b. Standard Lens - Ialah lens yang boleh mengambil gambar mengikut pandangan mata manusia. Lens ini amat sesuai untuk mengambil gambar-gambar potret Contoh: 50mm, 55mm, 70mm.



c. Telephoto Lens - Ialah lens yang memiliki sudut pandang yang sempit. Ia amat sesuai untuk mengambil gambar pada jarak yang jauh. Telephoto Lens juga berperanan untuk crouping gambar.

Contoh Lens: 135mm, 200mm, 300mm,500mm, 1000mm



d. Micro Lens - Ialah lens yang boleh merakam gambar pada jarak dekat untuk keperluan gambar-gambar mikro atau close-up. Lens ini memiliki angka seperti yang terdapat pada Lens Standard dan Telephoto.

Contoh: 55mm, 105mm, 200mm

Lens 55mm boleh merakam gambar pada jarak dekat. Lens 105mm dan 2000mm boleh merakam gambar mikro pada jarak jauh.

e. Zoom Lens - Ialah lens yang menggabungkan beberapa ciri lens yang tersenarai diatas. Ini bermakna, dalam satu lens terdapat dua atau tiga sudut lens.

Contoh: 25mm - 55mm, 70mm -135mm, 80mm -200mm.



BY SITI MARIANI MAHALIL

JOM KENALI KAMERA

JOM KENALI APA ITU KAMERA


(http://pkukmweb.ukm.my/~raai/kamera_alat_tambahan.html)


Untuk menghasilkan kerja-kerja senifoto yang baik, peralatan berikut diperlukan.

1. Kamera dan peralatan tambahan

2. Cahaya

3. Bakat


Pada peringkat awal perkembangan kamera, jenis-jenis berikut telah diperkenalkan.

i. Ukuran Separuh

ii. Ukuran Leica

iii.Ukuran 6x6


i. Ukuran Separuh:

Kamera jenis ini boleh merakam gambar sebanyak dua kali ganda dari jumlah filem. Setiap exposer filem hanya separuh digunakan. Jika filem yang digunakan 36 exposer, anda akan perolehi sebanyak 72 exposer. Kamera jenis ini tiada lagi di pasaran.

ii. Ukuran Leica:

Kamera jenis ini boleh diperolehi dalam bentuk negatif 24x56 mm. Shutter kamera jenis ini dibentuk dalam dua jenis; Shutter Lens dan Shutter Focal Plane.

Terdapat dalam kumpulan ini Kamera Single Lens Reflex (SLR)


iii. Ukuran 6x6:

Ukuran jenis ini boleh diperolehi dalam format View Kamera. Terdapat dalam jenis Rengfinder Shutter Lens , Single Lens Reflex. Dalam kamera seumpama ini yang menggunakan jenis Twin Lens Reflex (TLR). Jenis kamera yang tergolong dalam kumpulan-kumpulan ini ialah kamera Twin Lens Reflex (TLR) dan Single Lens Reflex (SLR).



i). TLR ialah kamera dua lens yang mempunyai peranan masing-masing. Lens yang dibawah berfungsi untuk membawa cahaya masuk ke filem. Manakala lens di atas berfungsi membawa cahaya ke Viewfinder.

ii). SLR ialah kamera yang berfungsi dengan satu Lens dan satu cermin pembalikan. Hasilnya apa yang dilihat pada tingkap penenang (Viewfinder) akan sama dengan rakaman di filem.

Alat tambahan kamera bertujuan memudahkan kerja-kerja senifoto yang berat. Kebanyakan kamera SLR dan kamera View ada disediakan alat tambahan.



BY SITI MARIANI MAHALIL

Thursday, March 11, 2010

SELAMAT TAHUN BARU CINA 2010.

SUASANA TAHUN BARU CINA DI RUMAH.

Perhiasan semasa Tahun Baru Cina, kelihatan sampul 'angpau' besar tergantung di dinding dan dalamnya dimasukkan duit sebagai tanda tuah.

Technical Details
- ISO : Auto
- Aperture : Auto
- Shot : Total shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : Beaufort, Sabah
* Masa : Sekitar 11 am



Permainan 'mahjong' menjadi budaya orang-orang Cina semasa Tahun Baru Cina. Mereka akan berkumpul di rumah salah seorang sahabat untuk bermain permainan tersebut.

Technical Details
- ISO : Auto
- Aperture : Auto
- Shot : Medium shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : Beaufort, Sabah
* Masa : Sekitar 11 am



Bagi golongan muda, mereka akan melakukan aktiviti mereka sendiri bersama saudara-mara dan rakan-rakan seperti bermain daun terup.

Technical Details
- ISO : Auto
- Aperture : Auto
- Shot : Medium shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : Beaufort, Sabah
* Masa : Sekitar 11 am



Telur dimasukkan ke dalam sampul 'angpau' juga mempunyai maksudnya tersendiri, yang mana apabila tanggal kelahiran jatuh pada tarikh yang sama pada Tahun Baru Cina, maka telur rebus akan dimasukkan ke dalam sampul sebagai tanda bertuah kepada orang tersebut.

Technical Details
- ISO : Auto
- Aperture : Auto
- Shot : Total shot
- Angle : High angle

* Lokasi : Beaufort, Sabah
* Masa : Sekitar 11 am



Seisi keluarga berkumpul dan menjamu selera.

Technical Details
- ISO : Auto
- Aperture : Auto
- Shot : Establish shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : Beaufort, Sabah
* Masa : Sekitar 12 pm

-by khatijah binti abdul talib.



SUASANA TAHUN BARU CINA DI PUSAT MEMBELI-BELAH.


Orang ramai menyaksikan tarian singa. Tarian ini selalu dipersembahkan sebagai istiadat upacara membuang semangat jahat dan upacara meminta tuah.

Technical Details
- ISO : 400
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 0.02 sec (1/50)
- Shot : Establish shot
- Angle : High angle

* Lokasi : 1 Borneo, Kota Kinabalu
* Masa : Sekitar 3 pm



Tarian naga ialah satu acara utama sambutan Tahun Baru Cina. Naga dipercayai membawa tuah kepada orang, seperti yang dicerminkan dalam sifat-sifat naga termasuk kuasa besar, maruah, kesuburan, kebijaksanaan dan tuah. Kemunculan naga sungguhpun menakutkan namun membawa kecenderungan hati murni, maka menjadi jata yang melambangkan kekuasaan maharaja.

Technical Details
- ISO : 400
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 0.033 sec (1/30)
- Shot : Establish shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : 1 Borneo, Kota Kinabalu
* Masa : Sekitar 3 pm



Pertunjukan akrobatik juga turut dipersembahkan. Ruang legar pentas dipenuhi oleh orang ramai yang berbilang kaum dan agama.

Technical Details
- ISO : 400
- Aperture : f/3.5
- Shutter speed : 0.013 sec (1/80)
- Shot : Establish shot
- Angle : High angle

* Lokasi : 1 Borneo, Kota Kinabalu
* Masa : Sekitar 3 pm



Tanglung digantung di bahagian atas ruang legar pentas untuk menceriakan lagi suasana.

Technical Details
- ISO : 3200
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 0.008 sec (1/125)
- Shot : Establish shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : 1 Borneo, Kota Kinabalu
* Masa : Sekitar 3 pm


Menurut kepercayaan masyarakat Cina, pokok limau mandarin adalah pembawa rezeki dan keamanan apabila dijadikan hiasan rumah.

Technical Details
- ISO : 400
- Aperture : f/5.6
- Shutter speed : 0.003 sec (1/320)
- Shot : Total shot
- Angle : Normal angle

* Lokasi : 1 Borneo, Kota Kinabalu
* Masa : Sekitar 4 pm

Tuesday, February 23, 2010

FOTOGRAFI DIGITAL

Fotografi digital,

fotografi digital bebanding dengan fotografi filem , ia menggunakan sensor elektronik yang di panggil CCD (Charge-coupled device) atau CMOS (Complementary metal–oxide–semiconductor ) untuk merakam imej sebagai data binary. Ini memboleh imej disimpanan dan disuntingan menggunakan komputer peribadi. Jualan kamera digital sekarang telah melampaui jualan kamera filem; dan mempunyai fungsi-fungsi yang tidak terdapat pada kamera filem seperti merakam video dan suara. Sebahagian peranti yang lain seperti telefon mudah alih, juga sekarang telah dilengkap dengan fungsi fotografi digital.

Kamera digital merakam imej yang terdedah pada CCD atau CMOS secara penyusunan imej kemudaian dihantar ke kad memori. Jumlah Piksal pada CCD atau CMOS mejangkau hingga 12 Megapiksal.

Diperingkat awal penciptaan kamera digital kameranya mudah digunakan dengan kekuatan mutu megapiksalnya amat rendah (1 megapiksal). Kini perubahan telah berlaku dimana telah wujud megapiksal yang tinggi sehingga 40 (MP).

Perubahan berlaku dengan terciptanya kamera yang lebih berteknologi tinggi dimana penggunaan kamera SLR yang mampu memberikan kepuasan kepada jurufoto professional.

KAMERA DIGITAL by SITI MARIANI MAHALIL

Ketogeri Kamera Digital:
1. Single Lens Reflek (SLR)
2. Semi SLR
3. Kompak
-Single Lens Reflek (SLR)
Kamera SLR memiliki ciri-ciri professional. Banyak komponen dalam kamera analog terdapat pada DSLR. Contoh penggunaan Aperture, Shutter Speed. Ciri-ciri lain seperti lens yang boleh ditukar. Penggunaan filter yang boleh membantu pada perubahan mutu gambar.

-Semi SLR
Kamera jenis ini hampir menyamai kamera SLR. Tapi lensnya tidak boleh ditukar kerana ia disediakan dalam bentuk tetap. Penggunaan zoom ialah dengan menggunakan sistem optikal zoom, samaada 8,10,12 atau 18 optikal zoom.

-Sementara jenis kompak termasuklah kamera yang terdapat pada telefon bimbit.

Thursday, February 18, 2010

3 PERKARA PENTING DALAM KAMERA

EXPOSURE / DEDAHAN

Untuk memahirkan diri tentang exposure atau dedahan, anda perlu mengenal 3 perkara utama dalam kamera iaitu Aperture, Shutter Speed dan ISO.

Dedahan adalah jumlah cahaya yang diterima oleh filem atau sensor di dalam kamera dan di kawal oleh lens diaphragm atau bukaan (aperture). Dedahan di kawal dengan mengawal bukaan bukaan (aperture), berapa lama ia di buka iaitu tempoh dedahan (kelajuan shutter), dan kawalan ISO.


1) TEMPOH DEDAHAN / KELAJUAN SHUTTER

Kelajuan shutter boleh dikatakan sebagai gabungan dedahan kerana membuka shutter dengan 2 kali lebih besar akan memberikan dedahan yang lebih banyak dalam 1 julat (1 stop). Kelajuan shutter yang tinggi seperti 1/1000 akan menghentikan subjek yang bergerak. Kelajuan yang rendah seperti 1/10 akan merakam pergerakan objek dengan samar (blur).

Kelajuan shutter merujuk kepada tempoh bukaan (aperture). Biasanya di kenali sebagai 1/60, 1/200. Tempoh ini di kira dalam unit saat. Shutter yang di buka dengan lama akan membenarkan lebih banyak cahaya masuk. Kelajuaan shutter akan mempengaruhi gambar yang kita ambil dari segi dedahan cahaya dan juga masalah kesamaran.
Shutter yang perlahan, contohnya 1/15 mungkin akan menyebabkan gambar samar kerana tangan yang bergoyang. Untuk mengambil gambar static, shutter 1/50 -1/100 biasanya adalah minimum yang di perlukan sekiranya kita memegang gambar menggunakan tangan. Bagaimanapun ini tertakluk kepada teknik dan kekuatan tangan jurugambar.
Ada kalanya shutter speed perlahan sengaja di gunakan untuk merakam gambar pergerakan.


2) BUKAAN (APERTURE)

Bukaan (aperture) adalah “pintu” yang membenarkan cahaya masuk dan jatuh ke atas sensor kamera digital.

Bukaan yang terbuka lebih besar akan membenarkan cahaya masuk lebih banyak. Pintu yang terbuka kecil, memerlukan dedahan yang lebih lama.
Saiz bukaan (aperture) akan mempengaruhi bagaimana bentuk focus kepada subject utama. Sebagai contoh, dengan menggunakan saiz f2, subject akan menjadi lebih tajam dan latarbelakang akan menjadi sangat sama. Bokeh merujuk kepada kualiti kesamaran yang terhasil.
Terdapat cadangan saiz bukaan (aperture) f2.8 ke f8 sesuai digunakan untuk portrait. Saiz 8 dan ke atas sesuai untuk landscape. Bagaimanapun ini cuma satu cadangan bukan kemestian. Ada jurufoto yang memilih untuk menggunakan bukaan (aperture) f11 untuk mengambil gambar portrait. Sebenarnya terdapat berbagai jenis penyebab seseorang jurugambar memilih untuk menggunakan sesuatu aperture dan pemilihan ini adalah berdasarkan pengalaman dan kemahuan kreativiti seseorang jurugambar tersebut.
Bukaan (aperture) juga dikenali sebagai f-number.

Bukaan (aperture) mengikut julat bukaan 1-stop

f1.0 > f1.4 > f2.0 > f2.8 > f4 > f5.6 > f8 > f11 > f16 > f22 > f32

Pemilihan bukaan (Aperture) untuk mengawal Depth of Field
Selain dari mengawal kemasukan cahaya, faktor terpenting jurugambar memilih sesuatu aperture yang digunakan adalah untuk mengawal Depth of field.

Pemilihan bukaan (aperture) mengikut ketajaman optimum
Kadangkala, apabila sumber cahaya tidak menjadi masalah, jurugambar boleh memilih bukaan bukaan (aperture) mengikut ketajaman optimum lensa mereka.
Kebanyakan pakar optik mencadangkan bagi kebanyakkan lens, bukaan (aperture) yang optimum adalah 2 stop dari bukaan bukaan (aperture) terluas. Sebagai contoh:
Untuk lens 50mm f1.8, bukaan (aperture) yang mempunyai ketajaman optimum adalah pada f3.5 atau f4.
Untuk lens 70-200 f2.8, bukaan (aperture) yang mempunyai ketajaman optimum adalah f5.6. Bagaimanapun kualiti optic lensa 70-200 f2.8 adalah sangat baik sehingga pada bukaan f2.8 sekalipun, anda kurang dapat melihat perbezaan kualiti optic pada lensa ini pada pelbagai bukaan bukaan (aperture).


3) ISO

ISO menentukan berapa sensitif sensor kamera kepada cahaya. ISO200 adalah 2 kali lebih sensitif dari ISO100. Kita memilih ISO berdasarkan berapa banyak cahaya yang ada disekeliling kita. Pemilihan ISO yang rendah akan menyebabkan sensor kurang peka kepada cahaya dan kita akan memerlukan bukaan (aperture) yang lebih besar atau kelajuan shutter yang lebih lama.
Sebagai contoh, sekiranya dalam suatu suasana, dedahan nya adalah, ISO800, f4 dan 1/60. Apabila anda mengurangkan ISO kepada ISO400, anda juga perlu mengubah salah satu daripada aperture atau kelajuan shutter. Sekiranya anda menukar kelajuan shutter kepada 1/30, anda mungkin akan menghadapi risiko gambar blur.

Digital Noise

ISO (hampir) tidak memberikan kesan kepada kualiti gambar, hanya jika ISO terlalu tinggi, bergantung kepada jenis kamera, akan menyebabkan gambar banyak digital noise dan mungkin kehilangan details.
Sebagai asas, anda perlu mengambil gambar menggunakan ISO yang terendah yang memberikan kelajuan shutter dan ketajaman (dof) yang anda perlukan. Sekiranya anda perlukan lebih ketajaman (dof) tetapi tidak mahu mengurangkan kelajuan shutter, maka anda perlu menaikkan ISO dan mengurangkan bukaan (aperture).

Sekiranya gambar anda dirosakkan oleh masalah blur kerana kelajuan shutter yang rendah, anda perlu menaikkan sensitivity walaupun akan menyebabkan digital noise. Ini kerana gambar yang mempunyai noise yang tinggi tetap boleh difahami oleh mata berbanding gambar yang terlalu blur.
Digital noise terhasil kerana aktiviti rakaman didalam gambar. Sensor cip yang lebih kecil biasanya menghasilkan kepanasan yang tinggi terutamanya untuk gambar yang mempunyai kawasan gelap. Kepanasan ini akan menggangu sel yang menghasilkan pixel dan menghasil bintik-bintik yang dipanggil digital noise. Semakin besar sensor biasanya mempunyai jarak yang lebih jauh antara sel dan ini mengurangkan gangguan digital noise. Kamera yang menggunakan sensor full frame yang besar seperti D3 dan Canon 1Ds kurang menghasilkan digital noise.
Gambar yang mempunyai noise yang tinggi boleh dikurangkan dengan menggunakan photoshop plugin seperti noiseninja atau nik dfine.



Rujukan :
> http://adhadimohd.com/category/tahap/asas-tahap/page/3/



by siti shazwani wahid.

FOTOGRAFI

APA ITU FOTOGRAFI?

Asal Nama: Foto + Grafi
Foto dalam bahasa Greek = Cahaya (Light)
Grafi dalam bahasa Greek = Lukisan atau tulisan.

Bila digabungkan akan membawa maksud Lukisan Cahaya. Ini menunjukan bahawa fotografi berkait rapat dengan cahaya. Tanpa cahaya tiadalah fotografi. Secara ringkasnya, untuk menghasilkan fotografi yang baik, jurufoto haruslah memahami jenis dan sifat cahaya dengan baik.


JENIS FOTOGRAFI

Berikut desenaraikan jenis-jenis fotografi yang diambil dari Wikipedia.
- Architectural photography
- Candid photography
- Cloudscape photography
- Documentary photography
- Erotic photography
- Fashion photography
- Fine art photography
- Fire photography
- Food photography
- Forensic photography
- Glamour photography
- Head shot
- Landscape art
- Miksang (contemplative photography)
- Nature photography
- Nude photography
- Photojournalism
- Portrait photography
- Sports photography
- Still life photography
- Stock photography
- Street photography
- Travel photography
- Underwater photography
- Vernacular photography
- VR photography
- War photography
- Wedding photography
- Wildlife photography


UNSUR PENTING

Tiga unsur penting yang perlu difahami didalam bidang fotografi adalah:
ISO, Aparture dan Shutter Speed.



Rujukan :
> http://ms.wikipedia.org/wiki/Fotografi
> http://www.rahimrahmad.com/d/index.asp?type=blogcomment&id=4449



by siti shazwani wahid.

Wednesday, February 10, 2010

WELCOME PEEPS.


The very first entry on this blog. Let's start learning, shall we?